Ketua Komunitas Jurnalis Kompeten (KJK) Tangerang Raya, Agus M. Romdoni, mengungkapkan hasil pantauan di lapangan menunjukkan deretan bangunan semi permanen berdiri di sepanjang jalan masuk menuju kawasan ziarah makam Pangeran Jaga Lautan.
“Banyak bangunan digunakan sebagai kios atau warung tanpa tata kelola yang jelas. Kondisi ini tidak hanya merusak estetika kawasan, tapi juga mempersempit akses jalan bagi peziarah dan wisatawan,” ujarnya.
Tak hanya itu, pengunjung dan pedagang juga mengeluhkan praktik pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Biaya parkir dipatok jauh di atas ketentuan, sementara beberapa pedagang mengaku harus menyetor uang keamanan setiap minggu agar lapak mereka tidak digusur.
Agus menambahkan, keluhan warga dan pedagang sebenarnya sudah beberapa kali disampaikan ke aparat desa maupun kecamatan. Namun, hingga kini belum ada tindakan nyata. Pemerintah daerah pun terkesan lepas tangan.
“Kondisi ini mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah. Pulau Cangkir punya nilai sejarah dan potensi wisata luar biasa, tapi justru dibiarkan kumuh dan dikuasai oknum-oknum yang merusak. Pemerintah seolah membiarkan ini terjadi,” tandasnya.
Masyarakat berharap adanya penataan ulang kawasan Pulau Cangkir secara menyeluruh, mulai dari penertiban bangunan liar, penghapusan pungli, hingga pengelolaan wisata yang profesional dan transparan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kecamatan Kronjo maupun Dinas Pariwisata Kabupaten Tangerang belum memberikan tanggapan resmi.
Redaksi | KJK
0 Komentar