Padahal, proses penerbitan PBG tidaklah sederhana. Ada tahapan panjang yang harus dilalui, mulai dari pengurusan Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD) hingga keluarnya izin resmi yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangerang, Sabtu (19/07/2025).
Dari pantauan di lapangan, belum terlihat adanya pemasangan plang PBG di sejumlah bangunan. Padahal pemasangan plang ini merupakan syarat mutlak dalam perizinan, sekaligus bentuk transparansi kepada publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu, keberadaan izin tersebut berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang.
Salah satu pekerja proyek pembangunan ruko di Jalan Proklamasi RT 02 RW 01, Kelurahan Cimone, Kecamatan Karawaci, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa bangunan tersebut diperuntukkan sebagai ruko mini market.
“Kurang paham, kita mah cuma pekerja. Soal izin dan kepemilikan, itu mandor atau pemilik yang lebih tahu, Mas,” ujar Iwan, salah satu pekerja.
Sementara itu, sebuah bangunan lainnya yang berada di Kelurahan Nusajaya, dekat lampu merah Shinta, juga tampak berdiri megah. Diduga bangunan tersebut belum mengantongi izin PBG. Menurut informasi, bangunan tersebut akan dijadikan restoran milik seseorang bernama Jonny.
“Kita nggak tahu urusan izin, katanya sudah koordinasi sama wilayah. Itu bagian dari izin, tanyakan saja ke pemiliknya, Pak Jonny,” ujar salah satu pekerja yang enggan disebutkan namanya.
Situasi ini pun mendapat perhatian dari Pemerhati Kebijakan Kontrol Sosial, Agus Muhammad Romdoni. Ia menilai bahwa maraknya bangunan tanpa izin merupakan persoalan serius yang berdampak langsung terhadap pendapatan daerah.
“Ini bukan sekadar urusan teknis, tetapi mencerminkan rendahnya kepedulian terhadap kontribusi pembangunan daerah. Izin seperti PBG adalah sumber pendapatan daerah. Kalau pemilik bangunan tidak taat, bagaimana PAD bisa meningkat?” ungkap Agus yang juga Ketua KJK Tangerang Raya.
Ia menegaskan, pemilik bangunan komersil wajib mengurus PBG terlebih dahulu sebelum melakukan pembangunan.
“Jangan baru proses OSS saja sudah membangun. Kalau dalam perjalanan izinnya ditolak, bangunannya sudah jadi. Padahal proses PBG-nya masih mentok di Keterangan Rencana Kota (KRK) dan belum bayar SKRD. Ini jelas menyalahi aturan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Agus juga menyoroti lemahnya penegakan terhadap sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang seharusnya menjadi dasar hukum yang kuat, seperti Perda Nomor 8 Tahun 2018 tentang Ketenteraman dan Ketertiban Umum, Perda Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Perda Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu.
“Sayangnya, Perda-Perda itu hanya jadi dokumen formal. Tidak terlihat ada pelaksanaan nyata di lapangan. Padahal, ini penting demi meningkatkan PAD,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Agus berharap masyarakat juga turut berperan sebagai kontrol sosial.
“Bukan hanya stakeholder, masyarakat juga punya hak dan kewajiban untuk melaporkan jika melihat pelanggaran. Saya harap ada tindakan tegas terhadap pelanggaran Perda maupun Perwal. Jangan biarkan pemilik bangunan seenaknya mengangkangi aturan daerah,” pungkas Kang Agus.
>Red/KJK
0 Komentar